Disertasi ini berisi uraian tentang Latar Belakang dan Perkembangan Persatuan Ummat Islam dari 1911-2011. Ketertarikan Promovendus untuk meneliti Persatuan Ummat Islam, karena beberapa alasan:
- Proses Kelahiran Persatuan Ummat Islam berbeda dengan organisasi massa Islam lainnya di Indonesia (NU, Muhammadiyah, Persatuan Islam), karena PUI merupakan gabungan (hasil fusi) dari dua organisasi Persjarikatan Oelama dan AII (Al-Ittihadijatoel Islamijjah). Perbedaan lainnya, sebelum bergabung menjadi PUI, kedua organisasi ini pernah mengalami beberapa kali pergantian nama.
- Dari sisi pemikiran dan gerakan, ada yang menyatakan tradisionalis, tapi ada juga yang menyebut modernis. Sementara dari sisi madzhab dan firqah, ada yang menyatakan bahwa Persatuan Ummat Islam tidak jelas. Ada yang mirip NU, Muhammadiyah, Persatuan Islam, dan Tarekat.
- Dari sisi politik pun Persatuan Ummat Islam tidak jelas. NU identik dengan PKB atau PPP atau Muhammadiyah identik dengan PAN.
- Persatuan Ummat Islam pun hanya tampak pada fusi 1952, setelah itu menghilang, dan baru muncul lagi setelah Heryawan terpilih menjadi Gubernur Jawa Barat periode 2008-2013.
Spasial dalam penelitian ini adalah Jawa Barat sebagai tempat kelahiran Persatuan Ummat Islam. Sedangkan temporal penelitian disertasi ini adalah 1911-2011. Berdasarkan hal-hal tersebut, pokok permasalahan yang diteliti dalam disertasi ini adalah:
- Bagaimana dan mengapa latar-belakang berdiri dan proses kelahiran Persatuan Ummat Islam 1911-1952?
- Bagaimana Perkembangan Persatuan Ummat Islam 1952-1991?
- Bagaimana Perkembangan Persatuan Ummat Islam 1991-2011?
Tinjauan Atas Studi Terdahulu
Terdapat beberapa buah buku yang mengarahkan Promovendus dalam penelitian disertasi ini, di antaranya: Kiai Hadji Abdul Halim Penggerak P.U.I., karya Moh. Akim (1964); Seri Ke-PUI-an, Jilid I s.d. IX, karya S. Wanta (1991); Revitalisasi Peran PUI dalam Pemberdayaan Ummat, karya A. Darun Setiady (ed.). (2006). Dua buah disertasi, yaitu: Santi Asromo K.H. Abdul Halim: Studi tentang Pembaharuan Pendidikan Islam di Indonesia, disertasi karya Jalaluddin (1990); Ortodoksi Tafsir: Respons Ulama terhadap tafsir Tamsjijjatoel-Moeslimien Karya K.H. Ahmad Sanusi, disertasi karya Dadang Darmawan (2009). Subtansi buku dan disertasi tersebut: Membahas tentang lambang, mars, hymne, intisab, Badan Hukum, AD/ART, Tafsir Asas, Tujuan dan Pola Dasar Pendidikan, pedoman teologi, perjuangan Abdoel Halim dan Ahmad Sanoesi, PUI sebagai pergerakan aliran modern, kelembagaan pemuda dan organisasi pelajar PUI, serta membahas dimensi akidah, tarbiyah, dakwah, dan tarikh PUI. Relevansi substansi buku dan disertasi dengan disertasi Promovendus adalah memberikan arahan tentang latar-belakang berdiri dan proses kelahiran Persatuan Ummat Islam pada 1911-1952; Perkembangan Persatuan Ummat Islam pada 1952-1991, dan Perkembangan Persatuan Ummat Islam pada 1991-2011, sesuai rencana penelitian Promovendus.Kerangka Pemikiran Teoretis
Latar-belakang, proses kelahiran, dan perkembangan Persatuan Ummat Islam dari 1911-2011 sebagai organisasi massa Islam merupakan suatu hal yang sangat kompleks. Untuk mendapatkan eksplanasi dari realitas yang kompleks tersebut digunakan pendekatan multi-dimensional.Sebelum melakukan fusi menjadi Persatuan Ummat Islam (PUI), organisasi yang dipimpin Abdoel Halim dan Ahmad Sanoesi di satu pihak ada yang menyebutnya sebagai organisasi tradisionalis. Sementara di pihak lain ada yang menyebutnya sebagai organisasi modernis. Untuk menjelaskan hal tersebut dapat digunakan konsep organisasi Islam modern dari Deliar Noer (1983: 181-184).
Dalam perjalanannya dari 1952-1991, Persatuan Ummat Islam mengalami perkembangan dalam bentuk konflik atau disintegrasi, seperti: bagaimana dan mengapa mereka memilih keluar dari anggota istimewa partai Masyumi atau mengapa terjadi pengunduran pelaksanaan Muktamar PUI ke-4 dan ke-5?
Pada perkembangan selanjutnya, Persatuan Ummat Islam juga mengalami konflik melawan kebijakan pemerintah. Pada Pemilu 1971, meskipun perjuangan Persatuan Ummat Islam bersifat independen, mengintruksikan para anggotanya untuk menyalurkan aspirasi politiknya ke partai Islam dan menolak bergabung dengan Sekber Golkar (Wanta, 19918: 41). Selanjutnya, Persatuan Ummat Islam sempat menolak perubahan azas organisasi ketika diberlakukan azas tunggal (Pancasila).
Untuk menjelaskan mengapa hal tersebut terjadi diperlukan teori konflik dari Lewis A. Coser. Teori ini relevan untuk menjelaskan berbagai fenomena konflik seperti perselisihan, perang, revolusi, kompetisi, dan sebagainya, baik yang menyangkut pertentangan kolektif maupun individual (Turner, 1978: 183-184). Lewis A. Coser berpendapat bahwa intensitas konflik ditentukan oleh kondisi-kondisi tertentu. Semakin disadari kondisi-kondisi penyebab konflik dan keterlibatan emosional pihak-pihak yang terlibat konflik semakin tinggi intensitas konflik. Kehebatan konflik ditentukan oleh realistis dan tidaknya tujuan yang hendak dicapai; Semakin realistis tujuan yang hendak dicapai oleh pihak-pihak yang terlibat, semakin rendah tingkat kehebatan konflik, demikian pula sebaliknya. Mengenai lamanya konflik, menurut Lewis A. Coser, ditentukan oleh tujuannya; semakin terbatas tujuan yang hendak dicapai, semakin singkat berlangsungnya konflik, demikian pula sebaliknya (Turner, 1978: 164-172).
Perkembangan Persatuan Ummat Islam hingga memasuki era reformasi masih berada dalam posisi “diam” sebagai dying organization. Baru pada Pemilu 1999, 2004, dan Pemilu 2009, sejumlah kader dan jama’ah Persatuan Ummat Islam mulai banyak yang masuk menjadi anggota partai politik dan dengan tanpa ragu menyebut diri sebagai jama’ah atau kader Persatuan Ummat Islam. Persatuan Ummat Islam semakin mendapatkan pengakuan di masyarakat, khususnya Jawa Barat setelah diselenggarakan Muktamar PUI ke-11 (2004). Pada muktamar tersebut Persatuan Ummat Islam mulai melakukan perubahan, perbaikan, dan penyesuaian organisasi. AD/ART, tata organisasi, dan sejumlah atribut Persatuan Ummat Islam termasuk bendera dan lambang disempurnakan. Hal ini pun dapat dijelaskan melalui teori konflik. Menurut Lewis A. Coser, penyelesaian konflik dapat ditempuh melalui dua cara, yaitu melalui kekerasan bersenjata atau melalui kompromi (integrasi). Penyelesaian politik yang efektif biasanya melalui cara yang kedua. Dalam hal ini Persatuan Ummat Islam memilih jalan penyelesaian konflik dengan cara kompromi, sehingga tujuan akhirnya adalah terwujudnya integrasi.
0 komentar:
Posting Komentar